Sejarah Desa Leran

26 Agustus 2016
Administrator
Dibaca 10.454 Kali
Sejarah Desa Leran

SEJARAH DESA LERAN

1. Siti Fatimah Binti Maimun

Pesisir utara Jawa adalah jalan keluar masuknya pedagang di tanah jawa, hal ini sudah berjalan sejak abad ke-10 masehi dan banyak juga saudagar dari arab yang berdatangan seperti Persia, Baghdad, Gujarat dan dari belahan bumi lainnya.

Kedatangan mereka ke tanah jawa adalah berdagang dan mengembangkan ajaran agama Islam dan salah satu tujuannya adalah ke Leran, karena Leran adalah tempat perdagangan yang cukup ramai dan besar, adapun kedatangan mereka selain melalui pelabuhan Galuh juga lewat sungai yang menuju ke Leran karena di Leran sendiri terdapat pangkalan perahu atau kapal yang cukup besar. Hal ini terbukti peninggalan yang berupa beberapa tiang tempat bersandarnya perahu.

Pelabuhan Leran sendiri diperkirakan sudah ada sejak masa bertahtanya prabu Sendok, salah satu raja di Jawa yang memerintah kerajaannya antara tahun 929-949 Masehi. Hal ini merupakan gambaran tersendiri bahwa Islam masuk ke Jawa sejak dimulai jauh sebelum Wali Songo, akan tetapi perkembangannya tidak seluas atau sebesar Wali Songo yang diawali Syekh Maulana Malik Ibrahim pada 1369 masehi.

Bukti lain menyebutkan bahwa Islam masuk ke jawa jauh sebelum Wali songo yaitu telah ditemukannya batu nisan yang tertuliskan nama Fatimah Binti Maimun Bin Hibatallah, wafat tahun 1082 masehi, akan tetapi batu tersebut pada saat ditemukan tidak menancap pada tanah sebagaimana batu nisan umumnya, sehingga timbullah banyak perbedaan di antara para ahli sejarah, dan batu tersebut ditemukan dengan posisi bersandar pada dinding gedung cungkup.

Peninggalan Siti Fatimah Binti Maimun (Fatimah Binti Maimun Bin Hibatallah) adalah batu tulis atau prasasti yang mungkin tujuannya adalah untuk batu nisan makamnya akan tetapi selain itu, tidak ada sejarah yang menceritakan siapa Siti Fatimah Binti Maimun? Bagaimana kisahnya? Sejauh mana perjuangannya terhadap perkembangan Islam di Jawa, ini pun para ahli sejarah tidak ada yang membuktikan di mana makam Siti Fatimah Binti Maimun tersebut.

Meskipun tidak terbukti di mana makamnya, akan tetapi nama Siti Fatimah Binti Maimun adalah merupakan suatu simbol betapa jayanya Islam pada waktu iu dan betapa tuanya Islam di tanah Jawa yang diawali dengan keluhuran namanya dan dilanjutkan dengan perintisan oleh Wali Songo yang jam`iyah dicetuskan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim yang datang ke tanah Jawa pada tahun 1369 masehi dan diwujudkan oleh Sunan Ampel serta diteruskan oleh Sunan Giri dan seterusnya.

Graf te Leran bij Grissee, vermoedelijk van van Poetri Dewi Swari 

Grafsteen van Poetri Dewi Swari te Leran bij Grissee 2 

 

2. Syekh Maulana Malik Ibrahim.

Syekh Maulana Malik Ibrahim datang ke Jawa pada tahun 1369 masehi. Tempat yang pertama dituju adalah pelabuhan yang ramai dengan keluar masuknya para pedagang atau saudagar yang salah satunya di pangkalan desa Leran.

Adapun nama-nama pelabuhan yang lain yaitu Bandar Ngabak dan Jenggala yang kesemuanya itu berada di sepanjang bengawan atau sungai Manyar dan ada lagi sebuah pohon yang disebut “Randu Sikatan“ yaitu randu tempat mengikatnya perahu.

Di sekitar pelabuhan pangkalan itu Syekh Maulana Malik Ibrahim bermukim dan mulai menyebarkan ajaran agama Islam dari yang berkasta rendah dengan cara mendekati dan memahami situasi sosial mereka yang tertindas oleh kasta yang lebih tinggi, dari situlah salah satu keberhasilan beliau sehingga mulailah terkikis perbedaan kasta serta mulailah terangkat derajat dan hak asasi mereka karena merasa tiada beda dengan kasta-kasta lainnya.

Disertai sikap yang hati-hati dan penuh wibawa maka dengan cepat pengikut beliau semakin banyak, kemudian beliau mendirikan tepat ibadah yang sekaligus sebagai tempat mendidik para santri yaitu di kampung Pesucinan yang sekarang disebut Masjid Maulana Malik Ibrahim kampung Pesucinan Desa Leran.

 

3. Nama Pesucinan

Pesucinan berasal dari kata Suci yang diartikan bahwa di masjid tersebut terdapat tempat wudlu (bersuci dari hadats) yang berupa kubangan tanah. Bila ada yang mengatakan Pesucinan = Pecinan adalah salah karena Pecinan (yang berasal dari “Cina”) ialah pemukiman Cina terletak di sebelah Timur Pesucinan dengan jarak sejauh 500 meter, yang juga mempunyai batas dengan yang jelas yaitu jalan raya menuju “Sumur Doho” Desa Banjarsari yang juga merupakan peninggalan sejarah.

Foto : Masjid Syekh Maulana Malik Ibrahim Pesucinan Desa Leran (Masjid Peninggalan Syekh Maulana Malik Ibrahim) yang masih ada hingga sekarang

1411278046908177838

Foto : Cungkup Masjid Syekh Maulana Malik Ibrahim Pesucinan Desa Leran masih ada sampai sekarang

Foto sebelum direnov: Kolam masjid peninggalan Syech Maulana Malik Ibrahim, lumpur dari kolam dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit terutama gondok.

 

Foto setelah direnov: Kolam masjid peninggalan Syech Maulana Malik Ibrahim, lumpur dari kolam dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit terutama gondok.

 

4. Sultan Mahmud Syah Alam, Raja Cermain.

Perkembangan Islam di Leran semakin meluas sampai ke desa-desa sekitarnya hingga ke Desa Roomo bahkan Gresik, dalam keadaan seperti ini timbul rasa khawatir dalam diri Syekh Maulana Malik Ibrahim karena sebagian warga masyarakat yang berada di sekitar Leran Gresik beragama Islam sedangkan Gresik termasuk wilayah kerajaan Majapahit yang rajanya masih beragama Hindu yang masih berkuasa.

Untuk mencari jalan keluar beliau mengirim surat kepada raja Cermain yang sudah lama menjadi sahabatnya, yang maksudnya diajak ke Majapahit dan mengajak raja Brawijaya masuk Islam karena dengan masuknya raja Brawijaya masuk Islam akan dapat mencegah kemungkinan perlakuan sewenang-wenang raja tersebut terhadap rakyat Gresik yang sudah masuk Islam.

Sesuai dengan isi surat Syekh Maulana Malik Ibrahim maka datanglah rombongan dari Negeri Cermain yaitu di antaranya Raja Sultan Mahmud Syah Alam dan putrinya yang bernama Aminah serta 88 orang prajurit dan pengawal antara lain: Sayyid Ja`far, Sayyid Syarif, Sayyid Karim.

Rombongan mereka mengendarai 3 perahu yang bersandar di pelabuhan Pangalan (pelabuhan yang terdekat dengan Leran) dan bertemu dengan Syekh Maulana Malik Ibrahim kemudian merencanakan segala sesuatunya, peristiwa itu terjadi pada tahun 1371 masehi.

Kesepakatan yang diperoleh yaitu mengirim 2 utusan untuk berangkat ke Majapahit dan sebagai penghormatan diberikanlah sebuah Delima untuk disampaikan pada Raja Brawijaya yang diantaranya utusan adalah Sayyid Ja`far. Sayyid Ja`far adalah saudara dari Sultan Mahmud Syah Alam.

Setibanya 2 utusan itu di Majapahit disambut oleh sang Patih tapi tidak disambut baik oleh raja Brawijaya padahal raja tidak ada kesibukan (sedang santai). Bagi Sayyid Ja`far yang penting tugas menyampaikan pesan (surat) telah dilaksanakan, kemudian kembali ke Leran. Isi surat itu tak lain adalah bahwa rombongan dari Leran akan datang ke Majapahit.

Ketika dua utusan Leran telah meninggalkan Majapahit tapi Raja Brawijaya masih asyik dengan kebiasaanya yaitu “Nginang” (mengunyah daun sirih ), tapi kebiasaan kali ini berakhir tidak seperti biasanya yakni badan raja Brawijaya menjadi tak enak dan mulutnya seperti Jontor serta terasa pahit dan sebagainya, dalam keadaan seperti itu raja mengutus para dayang untuk mencarikan buah-buahan sebagai cuci mulut tapi tidak ada yang berhasil, kemudian memanggil patih dengan maksud untuk mencarikan buah-buahan juga, karena patih punya Delima pemberian dari utusan Leran maka disampaikanlah buah Delima tersebut dan segera membelahnya.

Setelah buah Delima dibelah maka terjadilah perubahan suasana Istana karena adanya keanehan dari buah Delima tersebut yakni tidak berisikan sebagaimana buah Delima pada umumnya tapi berisikan berlian.

Dengan peristiwa itu Raja bertanya pada Patih dari mana buah itu didapatkan, Patih menjawab bahwa buah itu pemberian utusan Leran yang memberi kabar bahwa akan datang ke Majapahit satu rombongan dari Leran yang dipimpin oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Sultan Mahmud Syah Alam.

Raja menyuruh Patih untuk memanggil utusan tersebut tapi disampaikan bahwa kedua utusan Leran itu sudah kembali ke Leran, tapi Raja menghendaki untuk disusul, kemudian berangkatlah sang Patih menyusul utusan itu dan bertemulah di suatu tempat dan sedang istirahat, maka disampaikanlah pesan raja bahwa utusan Leran diminta untuk kembali ke Majapahit.

Kedua utusan itu yang diantaranya adalah Sayyid Ja`far, menolak untuk kembali ke Majapahit dan berpesan saja supaya Raja Brawijaya menemui di tempat peristirahatan itu dan dinanti oleh kedua utusan tersebut, sehingga tempat menunggu tersebut dikenal dengan sebutan “Menganti”.

Entah apa yang terjadi di Majapahit sampai-sampai Raja Brawijaya tak kunjung datang, karena batas menunggu telah berakhir maka utusan Leran itu melanjutkan perjalanan pulang ke Leran.

Dalam perjalanan ke Leran ada suatu peristiwa yang membuat bingung yaitu salah seorang dari utusan itu menghilang, dan yang lainnya mencari tapi bagaikan melewati jalan yang melingkar tapi dengan berdo`a kepada Allah, masalah itu dengan dapat mudah diatasi. Maka dari peristiwa itu tempat tersebut dikenal dengan nama “Bunder”.

Perjalanan berikutnya, kedua utusan itu melewati pinggiran sungai sehingga kaki mereka terinjak tanah liat dan menempel pada telapak kaki mereka, seolah-olah bertanya bagaikan mengangkut pulau kemudian mereka menghentikan kaki dan tanah liat yang menempel kaki (Bahasa Jawa nya = “Dibal”) itu terlempar dan jatuh ke genangan air sehingga tampak seperti pulau (Bahasa Jawanya = “Pulo”) dan sekarang tempat tersebut dikenal dengan nama “Tebalo”.

Utusan Leran masih meneruskan perjalanan dan untuk dapat sampai ke Leran harus mencari tahu ke mana arah menuju Leran. Maka cara selanjutnya harus naik gunung dan melihat ke bawah (bahasa Jawanya= “ngungak”) setelah ngungak dari atas gunung, maka gunung itu dinamakan “Gunung pengungaan” dan sekarang terkenal dengan nama “Gunung Pongangan“.

Dari atas gunung itu juga Sayyid Ja`far dapat melihat gunung Giri dan dengan petunjuk Allah SWT. Beliau dapat merasakan bahwa kelak di antara keturunan atau keluarganya akan ada yang berjaya di tempat itu dengan kebesaran nama Islam.

 

5. Dewi Retno Suari / Aminah Binti Mahmud Syah Alam

Sesampainya kedua orang utusan di Leran maka persiapan Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Sultan Mahmud Syah Alam segera dimulai pengaturannya untuk berangkat bersama-sama ke Majapahit dengan tujuan utama untuk mengajak Raja Brawijaya masuk Islam. Perjalanan ke Majapahit nampaknya lancar-lancar saja tanpa ada halangan yang berarti. Sedangkan pesantrennya dipercayakan kepada kelima murid kepercayaanya.

Setibanya rombongan Leran ke Majapahit maka mulailah Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Sultan Mahmud menyampaikan maksud dan tujuannya untuk mengajak Raja Brawijaya masuk Islam tapi raja menolak dengan cara diplomatis, menyampaikan bahwa bersedia masuk Islam asalkan Aminah Binti Mahmud yang cantik itu mau menjadi Istrinya, Permintaan itu ditolak oleh Sultan Mahmud dan Syekh Maulana Malik Ibrahim karena seseorang yang masuk Islam harus bersih dari unsur kepentingan duniawi dan kepentingan pribadi ataupun nafsu karena kalau jika hal itu terjadi, hanya akan mengakibatkan hal–hal yang tidak baik, bahkan hanya akan merusak nama kebesaran Islam.

Selesai berpidato dengan Raja Brawijaya yang berakhir dengan kegagalan, maka segeralah kembali ke Leran sambal berdo`a semoga sang Raja tidak berlaku sewenang–wenang terhadap rakyat Gresik dan sekitarnya yang telah beragama Islam. Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Sultan Mahmud telah sampai di Leran dengan selamat, sebagian rombongan itu ada yang beristirahat dan sebagaian ada yang membenahi perahu karena akan digunakan oleh Sultan Mahmud Syah Alam kembali ke Cermain karena sebagai raja tidak boleh meninggalkan tugas utamanya untuk lebih lama lagi. Sedangkan Syekh Maulana malik Ibrahim dan Sayyid Ja`far diberi amanat oleh Sultan Mahmud untuk mendidik Sayyidinah Aminah (Putri Aminah) untuk mendalami ilmu agama di Leran serta merencanakan kelanjutan dari usaha mengajak Raja Brawijaya untuk masuk Islam. Keberangkatan Sutan Mahmud kembali ke Cermain tidak disertai seluruh prajuritnya tapi hanya sebagian saja bahkan para pengawalnya lebih diperintahkan untuk melindungi putrinya yang ditinggalkan di Leran.

Tidak berselang waktu lama setelah keberangkatan Sultan Mahmud ternyata di Leran terjadi wabah penyakit yang ganas dan cukup banyak juga yang terkana wabah tersebut, termasuk Putri Aminah, yang akhirnya meninggal dunia dan dimakamkan di Leran.

Peristiwa berita tentang meninggalnya Putri Aminah terdengar sampai ke telinga Raja Brawijaya, sehingga bergegaslah sang raja menuju ke Leran untuk melayat, karena sang raja terlanjur menaruh hati kepada Putri Aminah maka sang raja bermaksud untuk mengenangnya dengan cara membuatkan gedung perlindungan (cungkup) pada makam Putri Aminah yang dicintainya, mengingat kecantikan Putri Aminah, sang raja menyebutnya “Putri Dewi Retno Suari“, kemudian rakyat pun menjulukinya dengan berbagai sebutan yang menurut mereka mudah diucapkan di antarannya: ada yang menyebut raden Ayu Mas Putri, Mbak Ayu Mas Putri, Mbak Ayu Mas Putri Retno Suari.

Mengenai gedung cungkup pada makam Putri Aminah binti Mahmud Syah Alam, yang tidak diberi atap itu karena menurut ahli filosof karena Putri Aminah belum menikah dan hanya baru dilamar oleh Raja Brawijaya, itupun ditolak karena hanya sebagai pamrih sang raja untuk masuk Islam.

Wabah penyakit yang menyerang Leran adalah penyakit To`un atau sampar, sehingga karena terlalu ganasnya penyakit itu seolah-olah orang meninggal dunia banyak yang waktunya bersamaan dan pemakamannya tercecer di banyak tempat di wilayah Leran, hal ini dapat dijumpai hingga saat ini.

Begraafplaats te Leran bij Grissee 2

OBJ Datastream

Toegangspoort tot het graf van Poetri Dewi Swari te Leran bij Grissee

Foto Dulu

 

6. Tanah Perdikan

Raja Brawijaya masih terkenang akan kecantikan Putri Retno Suari, dalam keadaan demikian, pemikiran sang raja kurang bisa berfikir sebagaimana biasa nya sehingga ada sedikit saja permasalahan yang mengganggu beliau menjadi sensitif. Hal ini terbukti ketika Beliau menyaksikan sendiri kalau rakyat Leran bahkan Gresik, sudah hampir seluruhnya beragama Islam maka beliau mulai khawatir bahkan takut, kalau suatu saat rakyat yang dulunya lemah karena merasa rendah sekarang menjadi berani karena merasa derajatnya tidak dibedakan oleh kasta, akan memberontak pada Majapahit.

Maka sebelum kembali ke Majapahit, Raja Brawijaya menyatakan bahwa Leran Gresik adalah tanah perdikan yang artinya tidak dipungut biaya (pajak) tetapi tetap bagian dari wilayah Majapahit, sedangkan yang menerima penyerahan pemerintahan itu adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim untuk memerintah pemerintah itu di Gresik di bawah kedaulatan Majapahit, juga  diberi pesan agar tetap mendamaikan rakyat yang beragama Islam dengan raja nya, meskipun masih beragama Hindu. Padahal pesan itu sudah disampaikan oleh Syekh Maulana jauh sebelum diucapkan oleh raja Brawijaya kepada para santrinya karena sesuai dengan yang termaktub dalam Al-qur`an surat An-Nisa` ayat 114.

 

7. Kampung Gapuro

Syekh Maulana Malik Ibrahim terkenal dengan ahli di bidang agama yang juga ahli di bidang Tata Negara dan pertanian. Beliau yang berhasil mengIslamkan rakyat Gresik juga berhasil menata perekonomian meraka, khususnya di bidang pertanian yang ditunjang dengan sisitem perairan dari gunung.

Untuk mencapai semua itu Syekh Maulana Malik Ibrahim telah berhasil tapi keberhasilan tidak semudah mempertahankan. Untuk itu Syekh Maulana Malik Ibrahim berusaha mengalihkan perhatian rakyat Leran agar tidak terkenang masa lalunya maka beliau pindah ke kampung Gapuro Gresik, baik pusat pendidikannya maupun pusat pemerintahannya dikiblatkan di sana, peristiwa itu terjadi pada tahun 1387 M.

Adapun Syekh Maulan Malik Ibrahim meninggalkan Leran adalah karena di Leran terdapat “Prasasti Karang Bogem” yaitu tempat suci umat Hindu “Rakeh Rangkuti”.

Menurut ahli sejarah bahwa Karang Bogem adalah Pulau Mengarau (Pulang Mengare), itu berarti luasnya Leran sampai ke sana, tapi di area pertambakan Leran juga ada yang namannya “Tambak Bogem”. Berarti mengenai Bogem ada dua pendapat, pendapat yang pertama mengatakan Pulau Mengare Kecamatan Bungah Gresik karena bentuknya seperti Kapalan Tangan atau pulau kecil tapi cukup menonojol jika dilihat dari laut yang seperti batu karang.

Pendapat kedua bahwa tambak Bogem dahulu nya adalah Karang Bogem karena nama Bogem dipakai hingga sekarang dan letaknya tidak jauh dari Leran.

 

8. Sayyid Ja`far

Ialah saudara dari Sultan Mahmud Syah Alam yang juga merupakan paman dari Putri Retno Suari, memilih tetap tinggal di Leran sedangkan Syekh Maulana Malik Ibrahim pindah ke Kampung Gapuro, karena Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah pimpinan dan guru mereka. Adapun tugas Sayyid Ja’far adalah tetap berjaga dan mempertahankan Islam di Leran, beserta kerabatnya yang lain.

Alkisah Sayyid Ja`far berada di Leran sampai akhir hayatnya bahkan beliau menjaga kawasan Makam Panjang, konon sampai sekarang di alam ghoibnya. Sayyid Ja`far dalam mempertahankan Islam di Leran tentu tak lepas dari dukungan para pengikutnya baik dari Leran sendiri maupun dari kerabatnya dari Cermain, di antara nya ialah : Sayyid Karim, Sayyid Syarif yang juga merupakan keluarga Sultan Mahmud Syah Alam.

Ketiga beliau jasadnya di kubur berbentuk panjang dan dipagar dalam satu lingkungan, karena mereka satu keluarga.

 

9. Makam – Makam Panjang

Makam panjang menurut ahli filosofi berarti: perjalanan-perjalanan masih panjang yang harus dilakukan oleh para muballigh Islam, untuk menyiarkan Islam di Jawa yang dimulai dari Leran dan pesan ini disampaikan oleh Sultan Mahmud yang diteruskan oleh Sayyid Ja`far untuk generasi penerusnya.

Pendapat lain tentang Makam Panjang yaitu sebenarnya dulu makam–makam itu tidak panjang dan berukuran sebagaimana makam-makam lainnya, karena demi keamanan dari tangan-tangan ilmu hitam, maka oleh santri, makam–makam guru nya tersebut disamarkan dengan cara dipanjangkan agar kalau ada yang akan menggali (untuk keperluan ilmu Hitam) agar menjadi tertipu sehingga tidak jadi menggalinnya.

Begraafplaats te Leran bij Grissee 5

Graf bij het graf van Poetri Dewi Swari te Leran bij Grissee 1

Graf bij het graf van Poetri Dewi Swari te Leran bij Grissee 2

Graven, vermoedelijk te Leran bij Grissee 7

 

 

Foto sekarang

10. Status Kekeluargaan Makam Panjang.

      Orang–orang yang di kubur di Makam Panjang antara lain :

  1. Sayyid Ja`far ialah saudara dari Sultan Mahmud yang menerima amanat untuk menjaga Aminah binti Mahmud Syah Alam.
  2. Sayyid Karim ialah beliau termasuk keluarga atau saudara yang menggantikan kedudukan Sultan Mahmud di Leran, dalam arti seumpamanya Leran itu kerajaan maka Sayyid Karim itulah yang menjadi raja
  3. Sayyid Syarif, beliau adalah panglima perang atau panglima tertinggi di Kerajaan Cermain yang juga merupakan saudara dari Sultan Mahmud Syah Alam. Beliau ditugaskan di Leran karena Sultan Mahmud Syah Alam lebih menghawatirkan putri nya sehingga beliau tidak diajak kembali ke Cermain.
  4. Sayyid Jalal.
  5. Sayyid Jamal.
  6. Sayyid Jamaluddin (Sayyid Jalal, Sayyid Jamal, Sayyid Jamaluddin ialah pengawal yang juga menjabat tugas mengurus barang-barang pusaka dan peralatan perang yang dibawanya dari Cermain). Alkisah para ahli sejarah ada yang mengatakan bahwa barang pusaka tersebut termasuk batu Nisan yang bertuliskan nama Siti Fatimah binti Hibatallah yang wafat tahun 1082 M yang menurut cirri-cirinya batu tersebut berasal dari Gujarat India.
  7. Raden Ahmad.
  8. Raden Sa`id (Raden Ahmad, Raden Sa'id ialah penjaga pintu gerbang yang sekaligus sebagai sebagai penerima tamu). Menurut tata seharusnya para peziarah kalau masuk ke Makam Panjang lewat pintu bagian selatan, karena disitulah pintu utama keluar-masuknya tamu yang dijaga oleh Raden Ahmad dan Raden Sa`id.

Keterangan :

Pemindahan batu nisan sehingga makam-makam tersebut menjadi kelihatan panjang, baru dilaksanakan oleh para sesepuh dan santri Leran ketika penjajah Belanda berkuasa di Jawa dan Nusantara, hal ini juga dilakukan oleh warga sekitar Leran, seperti Makam Tua Manyar, Peganden, dan Makam Telogo Jero Leran atau di tempat lainnya.

Begraafplaats te Leran bij Grissee 4 

Foto Lawas yang didokumentasikan Belanda

 

11. Makam Putri

Para Putri yang dimakamkan di Cungkup antara Lain :

  1. Putri Seruni (Nyai seruni) yang terletak paling timur, beliau adalah dayang, Pendapat lain mengatakan bahwa beliau itu yang mengasuh Putri Retno Suari, alasannya dilihat dari posisi makamnya tidak sejajar dengan ketiga dayang yang berada di sebelah baratnya Putri Retno Suari.
  2. Aminah Binti Mahmud Syah Alam (Dewi Retno Suari), penghuni utama Cungkup tersebut.
  3. Putri Kucing ialah dayang yang berasal dari negeri Kucing (ibu kota serawak Malaysia timur, pulau Kalimantan)
  4. Putri Keling.
  5. Putri Kamboja ialah dayang berasal dari Kamboja.

 

12. Cungkup Leran

Gedung atau rumah untuk melindungi makam disebut juga cungkup, sedangkan Cungkup Leran ialah peninggalan Raja Brawijaya untuk mengenang Putri Retno Suari. Adapun bentuk asli nya dulu tanpa atap atas dan yang bisa dilihat sekarang ini adalah penyempurnaan yang dilaksanakan oleh Dinas Peninggalan Sejarah dan Suaka Purbakala Jawa Timur yang berpusat di Mojokerto Jawa Timur.

Bahan bangunan yang dibangun ialah batu yang sejenis dengan asli nya yang didapat dari Pasai Aceh. Bentuk asli bangunan cungkup tersebut dapat dijumpai foto nya di Museum Sunan Giri Gresik yang terletak di Pelataran parkir kendaraan peziarah Sunan Maulana Malik Ibrahim.

Keterangan :

  1. Fatimah Binti Maimun wafat tahun 1082 M. Batu nisannya tidak tertancap di tanah tapi bersandar pada dinding cungkup, berarti tidak diketahui di mana makam nya.
  2. Putri Retno Suari adalah Aminah Binti Mahmud Syah Alam yang dimakamkan di dalam cungkup tersebut, sedangkan cungkup itu dibuat oleh raja Brawijaya yang berkuasa setelah tahun 1350 M.

Kesimpulannya :

Bahwa antara Fatimah Binti Maimun dengan Aminah Binti Mahmud Syah Alam adalah dua orang berbeda, apabila ada juru kunci atau ahli sejarah menceritakan kisah beliau pernah dilamar oleh Raja Brawijaya maka yang dimaksud adalah Aminah Binti Mahmud Syah Alam yang kemudian dikenal dengan Dewi Retno Suari.

Graf te Leran bij Grissee, vermoedelijk van van Poetri Dewi Swari 

Foto ini adalah Batu Nisan Siti Fatimah Binti Maimun yang tidak menancap ditanah (batu nisan bersandar di dinding makam Aminah Binti Mahmud Syah Alam) dan disebelahnya ada seseorang yang berada di dalam Makam Aminah Binti Mahmud Syah Alam /Dewi Retno Suari .

  

13. Asal-usul nama Leran

Berbagai macam pendapat tentang nama Leran antara lain :

  1. Ler-leran (tempat menggelar) adalah tempat pertama kali agama Islam disebar atau digelar secara besar-besaran oleh Jami`iyah Wali Songo yang dipelopori oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim.
  2. Leren (tempat berhenti) adalah pertama kali Syekh Maulana Malik Ibrahim berhenti dari perjalanan panjangnya untuk menyiarkan Islam di Pulau Jawa.
  3. Ler (utara), karena ada dua bangunan yang sama letaknya ada di bagian selatan (kidulan) dan bagian utama (leran), bangunan itu adalah cungkup Leran yang pembangunannya tidak diteruskan sampai bentuk berbentuk candi oleh raja Brawijaya.

14. Silsilah Anggota Wali Songo dan Makam panjang.

silsilah 

 

  1. Keterangan : Abdul Malik Muhajir keturunan ke -15 dari Ali bin Abi Thalib.
  2. Tanda [ + ] adalah istrinya.

 

Sejarah ini ditulis berdasarkan buku berjudul "Kisah Dewi Retno Suari" yang ditemukan di Lemari Kitab-kitab Masjid "Syekh Maulana Malik Ibrahim" Pesucinan Desa Leran dan sempat ditulis dalam bentuk softcopy.

 

Informasi Tambahan dari Batu Nisan (ada yang menyebutnya Prasasti)

Batu nisan Leran ini sekarang disimpan di Museum Majapahit Trowulan Mojokerto.  Bertuliskan kaligrafi Arab pinggirnya dihiasai ornamen sulur bunga. Bagian atasnya sudah keropos. Kaligrafi itu kata para ahli bergaya tulisan Kufi. Ukiran hurufnya sudah sangat tipis dan kabur. Bahkan dua kata sulit dibaca.

Grafsteen van Poetri Dewi Swari te Leran bij Grissee 2 

Batu nisan Fatimah binti Maimun.

Kaligrafi itu oleh JP Moquette dibaca berbunyi

Bismillahirrahmanirrahim, kullu man alaiha fanin wa yabqa wajhu rabbika dzul jalali wal ikram. Hadza qabru syahidah Fatimah binti Maimun bin Hibatallah tuwuffiyat fi yaumi al-Jumah… min Rajab wa fi sanati khamsatin wa tis’ina wa arba’ati min ‘atin ila rahmatallah… shadaqallah al-azhim wa rasulihi al-karim.

Kalimat wa tis’ina (artinya sembilan) sulit dibaca karena kabur. Paul Ravaisse membacanya wa sab’ina (artinya tujuh). Arti tulisan Arab itu adalah

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tiap makhluk di bumi itu fana yang kekal hanya wajah Tuhanmu yang perkasa dan mulia (Surat ar Rahman: 26-27) Inilah kubur syahidah Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat di hari Jumat … dari bulan Rajab di tahun 495 H menuju rahmat Allah… Maha Benar Allah Yang Agung dan rasulnya yang mulia.

Ada perbedaan membaca angka tahun karena hurufnya tak jelas. Moquette berkesimpulan tahun 495 H atau 1102 M. Tapi Paul Ravaisse membacanya tahun 475 H atau 1082 M. Selisih satu abad. Rupanya kesimpulan Ravaisse ini yang banyak dianut sejarawan Indonesia karena menunjukkan waktu lebih tua.